PENILAIAN
RISIKO KREDIT
Risiko Kredit didefinisikan
sebagai risiko ketidakmampuan debitur atau counterparty melakukan pembayaran
kembali kepada bank (counterparty default). Jenis risiko ini merupakan
risiko terbesar dalam sistem perbankan Indonesia dan dapat menjadi penyebab
utama bagi kegagalan bank.
Risiko kredit dapat bersumber dari
aktivitas bank antara lain aktivitas penyaluran dana bank baik on-maupun
off-balance-sheet. Identifikasi sumber-sumber risiko kredit Bank
dilakukan pada tahap Know Your Bank (KYB), yaitu analisis mengenai
kegiatan bisnis utama bank (key business lines) dan struktur neraca
& laporan laba rugi bank.
Beberapa komponen neraca dan
transaksi rekening administratif yang dapat menjadi sumber risiko kredit bank
antara lain sebagai berikut:
- Kredit Yang Diberikan (dinilai berdasarkan jenis,
sifat, penggunaan, segmentasi debitur, sektor ekonomi dll)
- Surat Berharga
- PembiayaanNon Cash Loan(NCL)
- PenempatanInterbank (Interbank Call Money)
- Money Market Loan
Secara umum terdapat dua faktor
penyebab terjadinya Risiko Kredit yaitu faktor eksternal dan faktor internal
yaitu :
Faktor Eksternal Bank, yaitu
1). Ketiadaan kemauan membayar (willingness to pay) ; terutama akibat
masalah karakter debitur/counterparty, dan dapat disebabkan oleh
kelemahan Bank dalam melakukan identifikasi kelayakan debitur/counterpartydan
atau itikad tidak baik Bank dalam kegiatan penyaluran dana, dan 2). Ketiadaan
kemampuan membayar (ability to pay); a.l. disebabkan menurunnya
kondisi usaha debitur/counterparty baik akibat kesalahan pengelolaan (mismanagement)
dan atau pengaruh faktor ekonomi makro atau sektor industri tertentu.
Faktor Internal Bank, yaitu
1).Konsentrasi risiko kredit dalam Portofolio Asset, 2). kelemahan Sistem
Pengendalian dan proses Manajemen Risiko Kredit, 3). Itikad tidak baik
Pengurus Bank (antara lain: Kesengajaan mengabaikan prinsip kehati-hatian
dalam proses penilaian kelayakan kredit dan penyediaan dana lainnya;
Kerjasama/kolusi dengan debitur/counterparty).
Dalam konteks risiko kredit,
risiko Inherent (risiko kredit inherent) didefinisikan sebagai risiko yang
melekat pada portofolio asset tanpa mempertimbangkan kecukupan manajemen
risiko atau system pengendalian risiko kredit. Adapun Sistem Pengendalian
Risiko Kredit (Risk Control System/RCS) didefinisikan sebagai serangkaian
sistem yang dilakukan bank dalam rangka mengendalikan atau meminimalkan
dampak negatif risiko kredit terhadap kondisi dan kinerja keuangan Bank. RCS
ini dapat menjadi “causes” yang berdampak atau tercermin pada indikator-indikator
keuangan lainnya.
Penilaian Risiko
Kredit Inheren
Tinggi rendahnya Risiko kredit
inherent dalam suatu aktivitas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain :
- Kompleksitas produk atau aktivitas yang dilakukan
Bank
- Kerentanan (vulnerability) terhadap perubahan kondisi
eksternal
- Jenis atau karakteristik counterparty Bank
Sebagaimana disebutkan sebelumnya,
tahapan utama dalam proses penilaian risiko kredit inheren adalah melakukan
Identifikasi key business lines dan key supporting activities. Hasil
penilaian ini selanjutnya menjadi sumber dalam proses penilaian risiko
kredit inheren secara bank-wide dan penetapan parameter eksposur risiko
kredit dan kinerja (aspek kuantitatif) risiko kredit.
Secara umum, penilaian eksposur
dan kinerja risiko kredit diukur menggunakan parameter parameter Kualitas
Asset, Konsentrasi kredit, Pertumbuhan kredit, dan Kecukupan Agunan /
Pencadangan.
Analisis rasio tersebut tidak
dilakukan secara individual, melainkan suatu kesatuan dengan memperhatikan
faktor penyebab (root cause analysis), keterkaitan antar rasio (Linkage
Analysis) dan dampak suatu rasio terhadap rasio lain atau kinerja bank (impac
tanalysis). Selain hal tersebut, penilaian rasio agar dilakukan dengan
memperhatikan benchmark umum pada industri / peer group.
Penilaian RCS Risiko Kredit
Perhitungan RCS untuk risiko
kredit adalah mengacu kepada Pilar Basel II (terdiri dari 25 prinsip yang
terbagi dalam 4 prinsip utama). Sebagaimana disebutkan, di perbankan
Indonesia Pilar 2 Basel II berpedoman kepada PBI 5/8/PBI/2003 sebagaimana
telah diubah dalam PBI No. 11/25/PBI/2009 Tentang Penerapan Manajemen Risiko.
Berikut ini merupakan parameter
penilaian RCS (Risk Control System) untuk risiko kredit berpedoman kepada
Basel II dan regulasi Bank Indonesia :
Hasil dari penilaian risiko kredit
inherent dan RCS kredit selanjutnya akan menghasilkan net risk atau risiko
komposit untuk risiko kredit. Penilaian risiko kredit inheren dan RCS risiko
kredit dapat menimbulkan beberapa kemungkinan antara lain diilustrasikan : Risiko
Inheren bank yang high dan penerapan RCS kredit yang strong (kuat), akan
menghasilkan Net Risk (komposit risiko) di moderate risk atau bahkan low risk.
Adapun definisi dari masing-masing
peringkat komposit risiko kredit adalah sebagai berikut :
Amri Mauraga
Sumber : Bank Indonesia
PENILAIAN
RISIKO PASAR
Risiko
pasar adalah kerugian pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk
transaksi derivatif akibat perubahan keseluruhan pada kondisi pasar. Risiko
ini dapat bersumber dari trading-book
maupun banking book bank.
Risiko
pasar dari trading book (Traded
market risk) adalah risiko dari suatu kerugian nilai investasi
akibat aktivitas trading (melakukan pembelian dan penjualan instrumen
keuangan secara terus menerus) di pasar dengan tujuan untuk mendapatkan
keuntungan. Hal ini timbul sebagai akibat dari tindakan bank yang secara
sengaja membuat suatu posisi yang berisiko dengan harapan untuk
mendapatkan keuntungan dari posisi risiko yang telah diambilnya. (high risk high return).
Berbeda
dengan Traded market risk, risiko pada banking book merupakan konsekwensi
alamiah akibat sifat bisnis bank yang dilakukan dengan nasabahnya. Umumnya,
bank mempunyai struktur dana yang sifatnya jangka pendek / short funding karena
kredit yang diberikan umumnya berjangka waktu lebih lama dari simpanan dana
nasabah. (lihat
pula artikel risiko pasar).
Risiko
pasar terdiri dari empat jenis yaitu :
Risiko Suku Bunga - Risiko
kerugian pada posisi keuangan (neraca dan rekening administratif) karena
perubahan suku bunga. Risiko Suku Bunga pada Banking Book merupakan bentuk
risiko pasar paling dominan di perbankan Indonesia yang meliputi repricing risk, yield curve risk, basis risk, options risk. Selain
banking book, Bank wajib pula mengelola risiko harga yang disebabkan oleh
eksposur trading book (tanpa memandang jenis risiko) karena unrealized Mark to
Market (MTM) gain/loss berpengaruh secara langsung pada pendapatan dan atau
regulatory capital.
Risiko Nilai Tukar - Risiko
kerugian pada posisi keuangan (neraca dan rekening administratif) akibat
perubahan nilai tukar valuta asing, termasuk perubahan harga emas dimana.
Risiko Ekuitas – Risiko
kerugian pada posisi keuangan (neraca dan rekening administratif) akibat
perubahan nilai ekuitas, dan mencakup seluruh posisi ekuitas pada kategori
AFS (available for sale).
Risiko Komoditas – Risiko
kerugian pada posisi keuangan (neraca dan rekening administratif) akibat
perubahan nilai komoditas. Risiko translasi nilai tukar atas seluruh posisi
valas (aset dan kewajiban) pada neraca, baik trading maupun banking book
Berikut
ini disajikan diagram penilaian risiko pasar sebagai berikut :
Sebagaimana
mana risiko kredit, penilaian risiko pasar juga dilakukan berdasarkan dua
komponen yaitu risiko pasar inherent dan kualitas sistem pengendalian (RCS –
Risk Control System) yang menghasilkan net risk atau risiko komposit.
Penilaian
risiko pasar inherent terdiri dua faktor utama yaitu faktor kuantitatif dan
kualitatif. Berikut ini contoh parameter penilaian risiko pasar inheren :
Indikator Kualitatif :
Faktor Kualitatif :
Karakteristik risiko pasar :
-
Jenis aktivitas trading, proprietary trading, market making, brokering
-
Jenis instrumen trading : fixed income, derivatif, valas
-
Nasabah utama : perusahaan besar, bank, dana pensiun, individual
Trend :
-
Pertumbuhan aset yang diperdagangkan
-
Pertumbuhan instrumen derivatif
-
Pertumbuhan aset jangka panjang dengan suku bunga tetap.
Untuk
penilaian kualitas penerapan manajemen risiko atau Risk Control System, tetap
berpedoman kepada empat prinsip utama sabagaimana dalam risiko kredit. Secara
konkret hasil penilaian risiko pasar digambarkan sebagai berikut :
PENILAIAN RISIKO LIQUIDITAS
Risiko
Likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban
yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa menganggu aktivitas dan
kondisi keuangan bank. Likuiditas sangat penting untuk menjaga kelangsungan
usaha bank. Oleh karena itu, bank harus memiliki manajemen risiko likuiditas
bank yang baik.
September
2008 Basel Committee on Banking Supervision (BSBS) mempublikasikan Principles
for Sound Liquidity Risk Management and Supervision sebagai penyempurnaan
dokumen tahun 2000 dengan beberapa rekomendasi berikutyaitu:
• Penetapantoleransi risiko;
• Pemeliharaan tingkat likuiditas yang memadai termasuk
melalui cushion berupa aset likuid
• Alokasi biaya, manfaat, dan risiko likuiditas terhadap
seluruh aktivitas bisnis bank
• Identifikasi dan pengukuran risiko likuditas, termasuk
risiko likuiditas kontinjensi;
• Penyusunan dan penggunaan skenario stress test pada
kondisi krisis;
• Penyusunan contingency funding plan (CFP);
• Manajemen risiko likuiditas dan agunan intrahari;
• Pengungkapan publik untuk mendukung disiplin pasar.
Risiko likuiditas ini, dicakup dlm Pilar 2 Basel II, dimana otoritas tdk
mewajibkan metode tertentu dlm pengukuran, melainkan memberi ruang bagi bank
untuk melakukan pengukuran sendiri dengan proses Internal capital adequacy
assessment Process (ICAAP). Dengan ICAAP bank harus menetapkan target
permodalan yang sesuai dengan profil risiko dan risk control environment dan
untuk selanjutnya otoritas menilai ICAAP bank secara individual dan kecukupan
perhitungan modal bank.
Penting diingat, bahwa penerapan Pilar II harus dilandasi semangat bahwa
penambahan modal bukanlah satu-satunyanya pilihan untuk antisipasi risiko.
Hal utama yang harus dilakukan adalah meningkatkan kualitas manajemen risiko,
yaitu antara lain melalui penetapan limit internal, pemeliharaan alat likuid
yang cukup, serta perbaikan internal control sebagaimana rekomendasi Basel di
atas.
Sebelum melakukan peniaian risiko likuiditas, ada baiknya untuk melakukan
memahami sumber-sumber kejadian risiko likudiitas, yang konkretnya diuraikan
sebagaimana diagram dibawah ini :
Identifikasi sumber risiko likuiditas bertujuan untuk
mengetahui jumlah dan trend kebutuhan likuiditas serta sumber pendanaannya.
Sesuai diagram di atas, risiko likuiditas dapat bersumber dari dari dua hal
yaitu langsung dan tidak langsung. Sumber likuiditas langsung dapat
bersumber dari al. volatilitas surat berharga dan konsentrasi sumber dana
yang tinggi pada sisi liabilities. Selain sumber risiko likuiditas
langsung, terdapat pula risiko lain yaitu risiko kredit, risiko pasar, dan
risiko reputasi yang dapat menimbulkan risiko likuiditas (Risiko
Likuiditas sebagai 2nd order risk).
Dalam menilai risiko likuiditas inheren, indikator yang digunakan adalah
komposisi aset, kewajiban, dan transaksi rekening administratif;
konsentrasi aset dan kewajiban; kerentanan pada kebutuhan pendanaan; dan
akses pada sumber-sumber pendanaan. Berikut ini beberapa contoh yang
dapat dijadikan parameter penilaian risiko inherent
Tabel :
Contoh Parameter Risiko Likuiditas Inherent
No
|
Indikator
|
Keterangan
|
1.
|
Komposisi Aset, Kewajiban, dan
Transaksi Rekening Administratif
|
a.
|
Aset
Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder
Total
Aset
|
·
Aset
Likuid Primer adalah aset yang sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo.
·
Aset
Likuid Sekunder adalah sejumlah aset likuid dengan kualitas lebih rendah
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan
kewajiban jatuh tempo.
·
Rasio
dihitung per posisi penilaian dengan mempertimbangkan trend
|
b.
|
Aset
Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder
Pendanaan
Jangka Pendek
|
·
Pendanaan
jangka pendek adalah seluruh dana pihak ketiga yang memiliki tidak
memiliki jatuh tempo dan/atau dana pihak ketiga yang jatuh tempo 1 tahun
atau kurang.
|
c.
|
Aset
Likuid Primer dan Aset Likuid Sekunder
Pendanaan
Non Inti
|
Pendanaan
Non Inti adalah dana pihak ketiga yang menurut bank relatif tidak stabil
atau cenderung tidak mengendap di bank baik dalam situasi normal maupun
krisis.
|
d.
|
Pendanaan
Non Inti
Total
Pendanaan
|
Total
pendanaan adalah seluruh sumber dana yang diperoleh oleh bank baik dana
pihak ketiga maupun pinjaman yang diterima
|
e.
|
Pendanaan
Non Inti – (Total Aset likuid Primer dan Sekunder)
Total
Aktiva Produktif – Aset Likuid
|
Aset
Likuid adalah penjumlahan dari aset likuid primer dan asset likuid
sekunder
|
2.
|
Konsentrasi aset dan kewajiban
|
a.
|
Konsentrasi asset
|
Risiko
Likuiditas akan muncul apabila terdapat konsentrasi yang material di sisi
aset maupun kewajiban. Sebagi contoh, di sisi Aset penanaman dana
terkonsentrasi pada aset non investment grade mencerminkan tingkat risiko
likuiditas tinggi karena aset tersebut tidak terjamin dapat segera
dijadikan kas pada saat dibutuhkan (sulit dijual) ataupun dapat memiliki
nilai yang lebih rendah (penurunan nilai aset) pada saat dijual.
|
b.
|
Konsentrasi kewajiban
|
3.
|
Kerentanan pada kebutuhan
pendanaan
|
Kerentanan
bank pada kebutuhan pendanaan dan kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan
pendanaan tersebut.
|
Indikator
ini membantu menilai kebutuhan pendanaan bank pada situasi normal maupun
krisis dan kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan pendanaan tersebut,
melalui analisa laporan maturity profile, cash flow projections, dan
stress test.
|
4.
|
Akses pada sumber-sumber
pendanaan
|
Kemampuan
bank memperoleh sumber-sumber pendanaan pada kondisi normal maupun
krisis.
|
Indikator
ini menilai kemampuan untuk memperoleh pendanaan antar bank maupun dari
pasar pendanaan merupakan sumber likuiditas yang penting bagi bank baik
pada kondisi normal maupun krisis, yang tercermin dari: Reputasi bank
peminjam, kondisi credit lines, kinerja akses kepada sumber-sumber
pendanaan dan Dukungan Perusahaan Induk atau Intra Group.
|
Peringkat risiko likuiditas merupakan kesimpulan akhir tingkat
risiko likuiditas bank setelah mempertimbangkan mitigasi yang dilakukan
melalui penerapan manajemen risiko. Untuk menentukan peringkat tingkat
risiko likuiditas, bank dapat mengacu pada matriks peringkat tingkat risiko
di bawah ini.
Matriks tersebut kemudian akan digabungkan dengan hasil
penilaian risiko lainnya untuk memperoleh penilaian risiko komposit secara
keseluruhan sebagaimana ilustrasi di bawah ini :
Matriks di atas memberikan
arahan mengenai peringkat tingkat risiko yang dihasilkan oleh peringkat
risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko bank. Matriks ini
tidak bersifat mandatory, sehingga bank dapat menentukan sendiri peringkat
tingkat risiko dengan menggunakan analisis yang komprehensif dan
terstruktur dan didukung dengan fakta-fakta yang relevan.
BankirNews.com
|
PENILAIAN RISIKO
OPRERASIONAL
Risiko
Operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya
proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya
kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Sesuai definisi risiko
operasional di atas, kategori penyebab risiko operasional dibedakan menjadi
empat jenis yaitu People, internal proses, system dan eksternal event.
Konkret
dari penyebab, tipe kejadian dan dampak dari risiko operasional yang menjadi
pedoman dalam penilaian risiko operasional adalah sebagai berikut :
Penyebab risiko operasional
(people, internal process, system dan external event) dapat timbul oleh (contributory
factors) antara lain :
- Inadequate segretation of duties - tidak memadainya
pemisahan tugas sehingga fungsi dual control tidak berjalan
- Insufficient training – tidak memadainya training
yang diberikan kepada petugas / pejabat bank
- Lack of management supervision - kelemahan
supervisi dari manajemen bank
Kelemahan tersebut, yang pada
akhirnya memicu kejadian risiko operasional yang berdasarkan type
kategori Basel II yaitu (yang konkretnya dapat dilihat pada
artikel tipe kejadian Basel II menurut Basel II) :
- Kecurangan secara Internal (internal fraud) -
Kerugian akibat tindakan dari tipe yang dimaksudkan untuk penggelapan,
ketidaksesuaian properti atau pelanggaran peraturan, hukum atau
kebijakan perusahaan, tidak termasuk pembedaan/diskriminasi, yang
melibatkan paling tidak satu pihak internal
- Kejahatan Eksternal (external fraud) - Kerugian
akibat kegiatan yang termasuk penipuan, penyalahgunaan properti atau
pelanggaran hukum oleh pihak ketiga
- Praktek Ketenagakerjaan dan Keselamatan Tempat
Kerja (employment practices & workplace
safety) - Kerugian yang timbul dari tindakan yang tidak
konsisten dengan ketenagakerjaan, dari pembayaran klaim kecelakan
pegawai, atau dari kejadian pembedaan/diskriminasi
- Klien, Produk dan Praktek Bisnis (client,
products & business practices) - Kerugian
yang timbul akibat kegagalan yang tidak sengaja atau lalai untuk
memenuhi kewajiban profesional terhadap klien tertentu (termasuk
penjaminan dan persyaratan kesesuaian), atau akibat sifat atau
rancangan suatu produk
- Kerusakan Aset Fisik (damage to physical assets) - Kerugian
yang timbul dari kerugian atau kerusakan atas aset fisik akibat
bencana alam atau kejadian lain
- Gangguan Bisnis dan Kegagalan Sistem (business
disruption & system failures) - Kerugian
yang timbul akibat gangguan bisnis atau kegagalan sistem
- Eksekusi, Pengiriman dan Manajemen Proses (execution,
delivery, process management) - Kerugian akibat
kegagalan proses transaksi atau manajemen proses, akibat hubungan
dengan perdagangan counterparties dan vendor
Adapun dampak yang ditimbulkan
dari tipe kejadian risiko operasional terdiri dari dua yaitu monetary
losses (berdampak finansil secara langsung) dan non monetary impact
yaitu kehilangan / penurunan kesempatan bank memperoleh pendapatan.
Pemahaman terhadap penyebab,
kejadian dan dampak risiko operasional - sebagaimana diagram di atas
- merupakan dasar dalam penilaian profil risiko operasional suatu bank yang
mencakup penilaian risiko operasional inherent dan kualitas penerapan
manajemen risiko (risk control system atau risk governance) atas
risiko operasional.
Indikator yang dapat digunakan
untuk menilai risiko operasional antara lain adalah karakteristik dan
kompleksitas bisnis bank; sumber daya manusia; teknologi informasi dan
infrastruktur pendukung; fraud, baik internal maupun eksternal; dan
kejadian eksternal. Berikut ini beberapa indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur risiko operasional inheren yaitu :
Tabel : Contoh Indikator Risiko
Operasional Inherent
A
|
INTERNAL PROCESS
|
1
|
Kompleksitas Produk &
Volume Transaksi
|
a.
|
Jumlah produk yang dikeluarkan
|
b.
|
Besarnya volume transaksi
|
c.
|
Kompleksitas Produk &
Transaksi
|
2
|
Kompleksitas Produk &
Volume Transaksi
|
a.
|
Jumlah penyimpangan prosedur
|
b.
|
Jumlah dispute antar unit
kerja
|
c.
|
White Space / Gray Area
(Ketidak-jelasan wewenang & Tanggungjawab
|
d.
|
Banyaknya perpindahan media
informasi
|
e.
|
Ketidakseimbangan beban kerja
|
f.
|
Aktivitas yang tumpang tindih
|
g.
|
Pendelegasian wewenang yang
kurang
|
h.
|
Span of Control (lemah)
|
i.
|
Reporting Lines
|
j.
|
Line of command (terlalu
panjang)
|
B
|
SYSTEM & INFRASTRUCTURE
|
1
|
Infrastruktur yang tidak
memadai & kurangnya practical test
|
a.
|
Tingkat pemenuhan standar
infrastruktur
|
b.
|
Standar pemenuhan kualitas,
pemeliharaan dan perbaikan sarana
|
c.
|
Practical Testing secara
berkala atas peralatan
|
2
|
Kualitas Program IT &
Software
|
a.
|
Kesesuaian Bisnis bank dengan
IT dan software yang dimiliki
|
b.
|
Prgram pemeliharaan &
sistem heldesk
|
3
|
Kualitas IT Security &
Gangguan dalam Day to Day
|
a.
|
Kualitas IT Security
|
b.
|
Frekwensi gangguan dalam day
to day
|
4
|
Outsourching
|
a.
|
Dispute dengan vendor
|
b.
|
Ketergantungan terhadap vendor
tertentu
|
c.
|
Proteksi data dan informasi
|
C
|
EXTERNAL EVENT
|
1
|
Risiko karena external crime
|
a.
|
Pencurian dan tindak pidana
oleh Pihak ketiga
|
b.
|
Ancaman Keamanan
|
c.
|
Pengamanan sistem informasi
|
2
|
Risiko karena Natural Disaster
|
a.
|
Kerusakan aset fisik karena
bencana alam dan force majeure
|
b.
|
Bencana alam dan kejadian
lainnya
|
3
|
Risiko karena aksi teroris dan
Politik
|
a.
|
Kerugian bank akibat teror dan
kerusuhan
|
b.
|
Letak kantor kantor bank
|
D
|
PEOPLE
|
1
|
Kesehatan & keselamatan
kerja
|
2
|
Turnover karyawan yang tinggi
|
3
|
Internal Fraud
|
4
|
Pemogokan kerja
|
5
|
Praktek manajemen yang buruk
|
6
|
Kualitas pelatihan karyawan
|
7
|
Tingkat ketergantungan pada karyawan
kunci
|
8
|
Rogue trader
|
Untuk penilaian kualitas
penerapan manajemen risiko atau Risk Control System atau risk governance,
tetap berpedoman kepada empat prinsip utama sabagaimana dalam risiko yang
lain (risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas dll).
Peringkat risiko operasional
merupakan kesimpulan akhir tingkat risiko operasional bank setelah
mempertimbangkan mitigasi yang dilakukan melalui penerapan manajemen
risiko. Untuk menentukan peringkat tingkat risiko operasional, bank dapat
mengacu pada matriks peringkat tingkat risiko di bawah ini. Matriks ini
memberikan arahan mengenai peringkat tingkat risiko yang dihasilkan oleh
peringkat risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko bank.
Matriks ini tidak bersifat mandatory, sehingga bank dapat menentukan
sendiri peringkat tingkat risiko dengan menggunakan analisis yang
komprehensif dan terstruktur dan didukung dengan fakta-fakta yang relevan.
Demikian tulisan ini, disajikan sebagai ilustrasi.
semoga bermanfaat.
|
|
PENILAIAN RISIKO KEPATUHAN
Risiko kepatuhan adalah risiko
yang timbul akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
Pada tahun 2005 BIS (Bank for
International Settlements) mengeluarkan panduan tentang Compliance and
Compliance Function in Banks. BIS mendefinisikan risiko kepatuhan sebagai
risiko hukum atau regulatory sanctions, kerugian finansial yang material,
atau kehilangan reputasi bank sebagai akibat dari kegagalan bank mematuhi
hukum, pengaturan, aturan, Standar operasional atau kode etik.
Pada prakteknya risiko kepatuhan
melekat pada risiko bank yang terkait peraturan perundang-undangan dan
ketentuan lain yang berlaku, seperti risiko kredit (KPMM, Kualitas
Aktiva Produktif, PPAP, BMPK) risiko lain yang terkait
Dalam menilai risiko inheren atas
risiko kepatuhan, indikator yang digunakan adalah jenis dan signifikansi
pelanggaran yang dilakukan, frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau track
record kepatuhan bank, perilaku yang mendasari pelanggaran, dan pelanggaran
terhadap ketentuan atas transaksi keuangan tertentu. Berikut ini disajikan
contoh parameter risiko kepatuhan inherent pada bank :
Tabel : Contoh Parameter
Risiko Inheren atas Risiko kepatuhan
No
|
Indikator
|
Keterangan
|
1.
Risiko Inheren
|
1.
|
Jenis dan signifikansi
pelanggaran yang dilakukan
|
1.
Jumlah sanksi denda kewajiban membayar yang dikenakan
kepada bank dari otoritas
2.
Jenis pelanggaran atau ketidakpatuhan yang dilakukan
oleh bank
|
Jenis dan signifikansi pelanggaran merupakan jenis dari
ketentuan yang dilanggar oleh bank yakni apakah ketentuan yang tergolong
prudensial atau hanya merupakan pedoman. Pada prinsipnya sanksi yang
dikenakan juga berbeda terhadap bank atas pelanggaran yang dilakukannya
tersebut.
|
2.
|
Frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau track
record kepatuhan bank
|
1.
Jenis dan Frekuensi pelanggaran yang sama yang ditemukan
setiap tahunnya dalam 3 tahun terakhir
2.
Signifikansi tindak lanjut bank atas temuan tersebut
|
Frekuensi lebih bersifat historical dengan
melihat trend kepatuhan bank selama 3 tahun terakhir periode penilaian
untuk mengetahui jenis pelanggaran yang dilakukan apakah berulang ataukah
memang atas kesalahan tersebut tidak dilakukan perbaikan signifikan oleh
bank.
|
3.
|
Pelanggaran terhadap ketentuan atas transaksi keuangan
tertentu
|
Frekuensi Pelanggaran atas ketentuan pada transaksi
keuangan tertentu karena tidak sesuai dengan kebiasaan yang berlaku (best
practice).
|
Dalam hal ini contohnya adalah pelanggaran terhadap kode
etik bisnis, antara lain UCP, ISDA, ICC, ataupun standar-standar lainnya
yang umumnya digunakan di dunia keuangan.
|
Sebagaimana risiko lainnya,
penilaian Risk Control System / Risk Governance untuk risiko kepatuhan juga
mengacu kepada Pilar 2 Basel II sebagaimana diatur dalam PBI tentang
penerapan Manajemen Risiko. Hasil penilaian Risiko Kepatuhan Inheren dan
Kualitas Penerapan Manajemen Risiko selanjutnya menghasilkan net risk /
risiko komposit untuk risiko kepatuhan yang diilutrasikan sebagaimana diagram
dibawah ini :
Matriks di atas memberikan arahan mengenai peringkat
tingkat risiko yang dihasilkan oleh peringkat risiko inheren dan kualitas
penerapan manajemen risiko bank. Matriks ini tidak bersifat mandatory, sehingga
bank dapat menentukan sendiri peringkat tingkat risiko dengan menggunakan
analisis yang komprehensif dan terstruktur dan didukung dengan fakta-fakta
yang relevan.
PENILAIAN
RISIKO STRATEGIK
Risiko
strategik adalah risiko akibat ketidaktepatan bank dalam mengambil keputusan
dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis.
Risiko
Strategik tergolong sebagai risiko bisnis (bussiness risk) yang berbeda
dengan jenis risiko keuangan (financial risk) misalnya risiko pasar, atau
risiko kredit. Kegagalan bank mengelola risiko strategik dapat berdampak
signifikan terhadap perubahan profil risiko lainnya. Sebagai contoh, bank
yang menerapkan strategi pertumbuhan DPK dengan pemberian suku bunga tinggi,
berdampak signifikan pada perubahan profil risiko likuiditas maupun risiko
suku bunga.
Sebelum
membahas masalah risiko strategik, ada baiknya kita menelaah kembali apa yang
dimaksud dengan manajemen strategi, yaitu serangkaian keputusan (decision)
dan tindakan (action) manajerial yang akan menentukan kinerja dan
kelangsungan usaha Bank dalam jangka panjang. Berikut model dasar dari
manajemen strategi (basic
model strategik management), yaitu :
Sesuai diagram di
atas, langkah awal dalam manajemen strategi adalah melakukan penilaian
terhadap lingkungan bisnis (environmental scanning) kemudian dilanjutkan
dengan penyusunan strategi (strategi formulation). Tahap berikutnya adalah
implementasi strategi (strategi implementation) dan yang terakhir adalah
evaluasi dan kontrol (evaluation & control) yang mencakup seluruh
tahapan. Berikut tahapan proses manajemen risiko strategik :
Berdasarkan
hal tersebut, maka risiko strategik / stratejik dapat timbul sebagai akibat
kelemahan pada tahapan perencanaan (strategy planning), implementasi
(strategy implementation), evalusi (strategy evaluation) dan analisa
perubahan lingkungan (enviromental analysis). Uraian dari masing-masing
tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut :
1. Tahapan Perencanaan
:
Kesesuaian strategi bank dengan visi, misi, risk profile, risk
appetite, risk tollerance dan risk bearing capacity.
Strategi
bank tidak hati-hati atau sangat agresif dibsndingkan dengan ukuran dan
kompleksitas bank
Tidak
dilakukan pengkinian strategi sesuai dengan perubahan yang terjadi sehingga
strategi menjadi tidak efektif dan efisien
Bank
terlalu yakin dengan pengalaman sebelumnya, sehingga tidak mau melakukan
inovasi sehingga strategi bank tidak flesibel
Bank
lambat dalam merespon perubahan dalam kegiatan operasionalnya sehingga tidak
mempertimbangkan kebutuhan untuk melakukan perubahan strategi.
2. Tahap Implementasi
:
• Implementasi bank tidak memadai karena tidak
adanya dukungan operasional / fungsional (IT, SDM)
• Bank tidak memiliki SDM berpengalaman dalam
mengimplementasi strateginya.
• Sumber daya untuk mengimplementasikan strategi tidak
memadai, sehingga tidak memenuhi target yang telah ditetapkan.
3.Tahap
Evaluasi :
•
Bank tidak memiliki sistem monitoring untuk mengevaluasi progree dari
penetapan strategi bank.
Tahap
Analisa Perubahan Bisnis
•
Kelemahan bank memenuhi ekspektasi nasabah
• Kelemahan bank menyikapi persaingan
Berikut ini beberapa contoh parameter yang dapat digunakan dalam penilaian
risiko inheren atas risiko strategik yaitu :
No
|
Indikator
|
Keterangan
|
Risiko Inheren
|
1.
|
Strategi Bisnis Bank
|
Strategi-berisiko-rendah dan Strategi-berisiko-tinggi
|
Strategi berisiko rendah merupakan strategi dimana
bank melakukan kegiatan usaha dalam pangsa pasar dan nasabah yang telah
dikenal sebelumnya
Strategi berisiko tinggi merupakan strategi dimana
bank berencana untuk masuk dalam area yang baru, baik dalam bentuk masuk
pangsa pasar baru, menawarkan produk/jasa baru, atau menarik nasabah
baru.
Dalam menilai parameter ini, perlu dipahami bahwa
strategi baru tidak selalu berisiko tinggi dan sebaliknya strategi lama
belum tentu berisiko rendah.
|
2.
|
Posisi Bisnis Bank dalam Pasar
|
Posisi Pangsa Pasar Bank di Industri perbankan
|
Dalam hal ini dilihat kondisi atau posisi bank dan
keunggulan kompetitif yang dimiliki terhadap kompetitor, baik terhadap peer
group maupun industri perbankan secara keseluruhan.
|
3.
|
Pencapaian Rencana Bisnis Bank (RBB)
|
Realisasi RBB dibandingkan dengan RBB
|
Evaluasi realiasasi RBB bertujuan melihat efektivitas
perencanaan strategi bisnis bank.
|
PENILAIAN
RISIKO REPUTASI (REPUTATIONAL RISK)
Risiko reputasi adalah risiko akibat
menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari
persepsi negatif terhadap bank. Dalam Basel II, Risiko Reputasi
dikelompokkan dalam other risk yang dicakup dalam Pilar 2 Basel II.
Reputasi lebih bersifat intangible dan tidak mudah dianalisis
atau diukur. (baca artikel risiko
reputasi).
Sesuai diagram di atas, persepsi
negatif merupakan gap antara performance bank dan ekspektasi
stakeholder. Persepsi negatif tersebut dapat timbul dari hal yang
tidak secara nyata terjadi atau hanya sekedar rumor.
Dalam menilai risiko inheren atas risiko reputasi, indikator yang digunakan
adalah pengaruh reputasi dari pemilik bank dan perusahaan terkait;
pelanggaran etika bisnis; kompleksitas produk dan kerjasama bisnis bank;
frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitaan negatif bank; dan
frekuensi dan materialitas keluhan nasabah. Berikut contoh parameter risiko
inheren atas risiko reputasi :
Tabel
: Contoh Parameter Risiko Inheren atas Risiko Reputasi
No
|
Indikator
|
Keterangan
|
Risiko Inheren
|
1.
|
Pengaruh reputasi dari pemilik bank dan perusahaan
terkait
|
1.
Kredibilitas pemilik dan perusahaan terkait
2.
Kejadian reputasi (reputational event) pada
pemilik dan perusahaan terkait
|
Pengaruh reputasi/berita negatif dari pemilik bank
dan/atau perusahaan terkait dengan bank merupakan salah satu faktor
yang dapat menyebabkan peningkatan risiko reputasi pada bank.
|
2.
|
Pelanggaran Etika Bisnis
|
Pelanggaran etika. misalnya dalam hal-hal:
1.
transparansi informasi keuangan
2.
kebijakan SDM bank
3.
pemasaran produk/jasa
4.
penggunaan hak atas kekayaan intelektual
5.
kerjasama bisnis dengan stakeholders lainnya
|
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan apabila bank
melakukan pelanggaran terhadap etika/norma-norma bisnis yang berlaku
secara umum.
|
3.
|
Kompleksitas produk dan kerjasama bisnis bank
|
1.
Jumlah dan tingkat penggunaan nasabah atas produk
bank yang kompleks
2.
Jumlah dan materialitas kerjasama bank dengan mitra
bisnis
|
Produk yang kompleks dan banyaknya kerjasama dengan
mitra bisnis dapat terekspos pada risiko reputasi apabila terdapat
kesalahpahaman penggunaan produk/jasa atau pemberitaan negatif pada
mitra bisnis, misalnya bancassurance dan reksadana.
|
4.
|
Frekuensi, materialitas dan eksposur pemberitaan
negatif bank
|
1.
Frekuensi pemberitaan
2.
Jenis media dan ruang lingkup pemberitaan
3.
Materialitas pemberitaan
|
Frekuensi, jenis media, dan materialitas pemberitaan
negatif bank, meliputi juga pengurus bank, yang diukur selama
periode penilaian.
|
5.
|
Frekuensi dan materialitas keluhan nasabah
|
1.
Frekuensi keluhan nasabah
2.
Materialitas keluhan nasabah
|
Keluhan nasabah diukur selama periode penilaian.
|
Proses penilaian profil risiko
reputasi selanjutnya adalah sama dengan proses penilaian risiko-risiko
lainnya, yaitu net risk merupakan penilaian atas risiko inheren kualitas
penerapan manajemen risiko (risk control system / risk governance).
RISIKO
HUKUM (LEGAL RISK)
Risiko
hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan
aspek yuridis. Risiko ini timbul antara lain karena adanya ketiadaan
peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan,
seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang tidak
memadai. Sesuai Basel II, definisi risiko operasional adalah mencakup
risiko hukum (namun tidak termasuk risiko strategik dan risiko reputasi).
Risiko hukum dapat terjadi di seluruh aspek
transaksi yang ada di bank, temasuk pula dengan kontrak yang dilakukan
dengan nasabah maupun pihak lain dan dapat berdampak terhadap
risiko-risiko lain antara lain risiko kepatuhan, risiko pasar, risiko
reputasi dan risiko likuiditas.
Adapun sumber risiko hukum adalah : i).
Kontrak/hukum/ peraturan, ii). Dokumen pendukung, iii). Respon pengaduan
dan iv).Keterlibatan kegiatan ilegal. Berikut diagram penyebab dan gejala
risiko hukum :
Diagram Penyebab & Gejala
Risiko Hukum
Sesuai
diagram di atas, penyebab risiko hukum dapat dibedakan menjadi tiga
klasifikasi yaitu :
Penyebab
Intern :
- Pelanggaran terhadap kontrak, hukum atau
peraturan
- Ketidakcukupan dokumen pendukung
- Ketidakcukupan dalam mengidentifikasi hak dan
kewajiban antara bank dengan pihak lain.
- Keterlambatan pengetahuan dan atau respon
manajemen terhadap pengaduan nasabah.
Penyebab
Intern & Ekstern :
- Keterlibatan bank (baik sebagai badan hukum
maupun individu dalam bank) dalam money laundering, insider trading,
penggelapan pajak, computer hacking dll.
Penyebab
Eksternal :
- Tuntutan hukum dari nasabah atau pihak lawan (counterparties)
- Proses litigasi.
Walaupun risiko hukum dapat
didefiniskan, dipahami dan dikendalikan, namun bank masih mengalami
kesulitan untuk melakukan pengukuran terhadap risiko hukum, olehnya
manajemen risiko hukum berfokus kepada upaya untuk mengurangi eksposure
dari sumber-sumber risiko hukum. (berfokus kepada upaya pencegahan).
Berikut ini diagram pencegahan dan penanggulangan risiko hukum :
Diagram
Analisis Pencegahan & Penaggulangan Risiko Hukum
Dalam melakukan penilaian atas risiko inheren atas
risiko hukum, indikator yang digunakan adalah faktor litigasi; faktor
kelemahan perikatan; dan faktor ketiadaan peraturan perundang-undangan.
Berikut ini beberapa contoh indikator yang dapat digunakan dala penilaian
risiko inheren atas risiko hukum, yaitu :
No
|
Indikator
|
Keterangan
|
Risiko Inheren
|
1.
|
Faktor Litigasi
|
1.
Besarnya nominal gugatan
yang diajukan atau estimasi kerugian yang mungkin dialami oleh bank
akibat dari gugatan tersebut dibandingkan dengan modal bank.
2.
Besarnya kerugian yang
dialami oleh bank karena suatu putusan dari pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap dibandingkan dengan modal bank.
3.
Dasar dari gugatan yang
terjadi dan pihak yang tergugat/menggugat bank dalam suatu gugatan
yang diajukan serta tindakan dari manajemen atas suatu gugatan yang
diajukan.
4.
Kemungkinan timbulnya
gugatan yang serupa karena adanya standar perjanjian yang sama dan
estimasi total kerugian yang mungkin timbul dibandingkan dengan modal
bank.
|
Litigasi dapat terjadi karena adanya gugatan dari
pihak ketiga kepada bank maupun gugatan yang diajukan kepada pihak
ketiga. Gugatan tersebut pada dasarnya menimbulkan biaya yang dapat
merugikan kondisi bank.
|
2.
|
Faktor Kelemahan Perikatan
|
1.
Tidak terpenuhinya syarat
sahnya perjanjian.
2.
Terdapat kelemahan
klausula perjanjian dan/atau tidak terpenuhinya persyaratan yang
telah disepakati.
3.
Pemahaman para pihak
terkait dengan perjanjian, terutama mengenai risiko-risiko yang ada
dalam suatu transaksi yang kompleks dan menggunakan istilah-istilah
yang sulit dipahami atau tidak lazim bagi masyarakat umum.
4.
Tidak dapat
dilaksanakannya suatu perjanjian baik untuk keseluruhan maupun
sebagian.
5.
Keberadaan dokumen
pendukung terkait perjanjian yang dilakukan oleh bank dengan pihak
ketiga.
6.
Pengkinian dan review
dari penggunaan standar perjanjian oleh bank dan/atau pihak
independen.
7.
Penggunaan pilihan hukum
Indonesia atas perjanjian yang diadakan oleh bank dan juga penggunaan
forum penyelesaian sengketa.
|
Kelemahan perikatan yang dilakukan oleh bank
merupakan sumber terjadinya permasalahan atau sengketa di kemudian
hari yang dapat menimbulkan potensi risiko hukum bagi bank.
|
3.
|
Faktor Ketiadaan/Perubahan
Perundang-Undangan
|
1.
Jumlah dan nilai nominal
dari total produk bank yang belum diatur oleh peraturan
perundang-undangan secara jelas dan produk tersebut cenderung
memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi, dibandingkan dengan modal
yang dimiliki bank.
2.
Penggunaan best
practice atas suatu standar perjanjian yang biasa digunakan oleh
bank masih mengacu pada perjanjian yang belum terkini walaupun telah
ada perubahan best practice atau peraturan perundang-undangan
maupun hal lainnya.
|
Ketiadaan peraturan perundang-undangan terutama
atas produk yang dimiliki bank atau transaksi yang dilakukan bank
akan mengakibatkan produk tersebut menjadi sengketa dikemudian
harinya sehingga berpotensi menimbulkan risiko hukum.
|
Peringkat risiko hukum
merupakan kesimpulan akhir tingkat risiko hukum bank setelah
mempertimbangkan mitigasi yang dilakukan melalui penerapan manajemen
risiko hukum. Untuk menentukan peringkat tingkat risiko hukum, bank
dapat mengacu pada matriks peringkat tingkat risiko di bawah ini:
Matriks di atas
memberikan arahan mengenai peringkat tingkat risiko yang dihasilkan
oleh peringkat risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko bank.
Matriks ini tidak bersifat mandatory, sehingga bank dapat
menentukan sendiri peringkat tingkat risiko dengan menggunakan analisis
yang komprehensif dan terstruktur dan didukung dengan fakta-fakta yang
relevan.
BankirNews.Com
Sumber : BI (diolah)
|
|
|
|